Salah satu isu penting dan menjadi concern Mendiknas saat ini adalah masalah kesetaraan dan keadilan dalam pendidikan. Dalam masalah ini seharusnya ada suatu kebijakan agar masalah ini bisa terselesaikan, seperti kebijakan nondiskriminatif yaitu suatu kebijakan dalam pendidikan yang tidak lagi membedakan asal-usul pengelolaan (negeri-swasta), status ekonomi (kaya-miskin), kewilayahan (Jawa-Luar Jawa), maupun latar belakang pengelola (keagamaan-non-keagamaan).
Jika kesetaraan dilihat dari aspek input sumber daya sekolah, seluruh kebutuhan yang menjadi prasyarat terciptanya sebuah sekolah yang nondiskriminatif, seperti guru yang berkualitas, sarana dan fasilitas yang memadai, serta manajemen pengelolaan yang transparan dan akuntabel haruslah dirasakan oleh seluruh siswa dalam setiap aspek pelayanan. Dalam hal ini, anggaran pendidikan dan seluruh pernik-pernik sumbernya adalah kata kunci yang harus diselesaikan terlebih dahulu dalam mengejar masalah kesetaraan.
Tingkat kemampuan orang tua dan cara lingkungan tempat siswa tinggal memperlakukan mereka adalah masalah serius yang juga harus diselesaikan dan harus menjadi faktor pertimbangan pemerintah dalam mengerjakan kebijakan nondiskriminatif ini. Tentu terdapat banyak sekali ketimpangan yang luar biasa yang menyebabkan anak-anak menjadi semakin jauh dari isu kesetaraan dalam menerima pendidikan yang berkualitas, seperti terbatasnya kemampuan negara untuk menjadikan mereka sebagai penduduk yang sejahtera. Faktor kemiskinan hanya dieksploitasi sebagai kebutuhan politik semata. Ada begitu banyak ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang berlangsung sangat lama dalam dunia pendidikan kita, sehingga upaya sungguh-sungguh untuk mencapainya merupakan sebuah harapan.
Beberapa program yang sejauh ini ada justru menimbulkan masalah baru dalam isu nondiskriminatif, yaitu isu soal ujian nasional dan alokasi anggaran operasional sekolah melalui program BOS. Kita patut mencemaskan jika kebijakan nondiskriminatif ini sesungguhnya hanya akan memperpanjang daftar masalah ketidaksetaraan dalam pendidikan. Ada baiknya jika mengevaluasi kembali kebijakan-kebijakan yang justru menjadi sumber diskriminasi pelayanan pendidikan. Hal ini dikarenakan program BOS dalam analisis satuan biaya pendidikan yang dimaksudkan untuk mengetahui rekam jejak kebutuhan pembiayaan siswa per anak per tahun, dalam rangka menghitung besaran uang yang harus ditanggung orang tua dan subsidi yang harus disediakan Pemerintah. Tetapi sayangnya tidak mampu menjelaskan tentang pembiayaan pendidikan yang berorientasi pada mutu dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisisnya. Hal ini terlihat dari cara bagaimana Pemerintah mendistribusikan program Bantuan Operasiona Sekolah (BOS) yang justru sangat diskriminatif tersebut.
Oleh karena itu BOS cenderung memperlebar jurang diskriminatif antar sekolah karena besaran BOS diberikan berdasarkan jumlah siswa di suatu sekolah tanpa mempertimbangkan kemampuan lingkungan, orang tua, dan siswa sendiri dalam upaya mencapai hasil pendidikan yang maksimal
Solusi dan Penyelesaian
Pemerintah harus berusaha menciptakan budaya sekolah yang sehat dan kondusif agar dapat menciptakan pencapaian akademik siswa ke arah yang lebih baik.
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) harus dievaluasi, tujuan penggunaannya harus dikontrol dan difokuskan paling ridak untuk dua hal. Pertama, membangun budaya sekolah yang sehat, transparan, dan akuntabel. kedua, penggunaan dana BOS sebaiknya untuk memberi kesempatan kepada anak-anak yang tidak mampu, baik secara akademis maupun finansial, dalam memperoleh derajat kesetaraan dalam pendidikan
Referensi : Hartomo, H, Ilmu Sosial Dasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar