Senin, 21 November 2011
Ilmu Pengetahuan, Teknologi & Kemiskinan (" Pembajakan “Software” Bukannya Turun, Malah Naik")
Tingkat pembajakan software di Indonesia sepanjang tahun 2010 bukannya turun malah naik 1 persen dibanding tahun sebelumnya. Indonesia pun kini menduduki peringkat ke-11 di dunia dalam hal pembajakan software. Demikian, berdasarkan hasil “Studi Pembajakan Software Global 2010″ oleh Business Software Alliance (BSA) yang mengevaluasi status pembajakan software secara global.
Tahun 2010, tingkat pembajakan software di Indonesia 87 persen yang berarti 87 persen program yang diinstal pada komputer di Indonesia adalah produk tanpa lisensi legal. Nilai potensi kerugian yang dialami produsen software pun menigkat dibanding tahun lalu bahkan mencapai rekor yakni 1,32 milliar dollar AS. Nilkai kerugian tersebut tujuh kali lebih besar dari nilai kerugian pada 2003 yang mencapai 157 juta dollar AS. Pada 2009, dengan tingkat pembajakan software 86 persen, nilai kerugian mencapai 886 juta dollar AS.
Studi pembajakan software global ini adalah studi yang dilakukan oleh BSA bersama IDC untuk ke delapan kalinya. IDC adalah lembaga peneliti dan penganalisis pasar di industri teknologi informasi. Metodologi yang digunakan dalam studi ini menggabungkan 182 input data terpisah dari 116 negara dan wilayah di seluruh dunia. Studi Pembajakan Software Global 2010 mencakup pembajakan atas seluruh software yang berjalan pada PC, termasuk desktop, laptop dan ultra-portabel, termasuk netbook. Ini mencakup sistem operasi, sistem software seperti database dan paket keamanan, serta aplikasi software, dengan software gratis yang sah dan software open source yang tercakup dalam ruang lingkup penelitian.
Studi tahun ini juga mencakup hal baru yaitu survei opini publik pengguna PC terhadap sikap dan perilaku sosial yang terkait dengan pembajakan software, yang dilakukan oleh Ipsos Public Affairs. Survei opini ini menemukan dukungan yang kuat terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI), di mana tujuh dari 10 responden mendukung untuk membayar inventor atas kreasi mereka agar lebih mempromosikan kemajuan teknologi. Anehnya, dukungan terhadap HKI yang sangat kuat justru datang dari negara-negara dengan tingkat pembajakan yang tinggi.
“Kebanyakan dari responden mendukung bahwa HKI penting untuk diakui, namun mereka belum bisa membedakan mana software legal dan mana yang tidak legal, sehingga angka pembajakan masih tinggi di negara mereka,” ungkap Donny A. Sheyoputra, Kepala Perwakilan BSA Indonesia saat memaparkan hasil “Studi Pembajakan Software Global 2010″ di Four Seasons Hotel, Jakarta, Rabu (12/5/2011) lalu.
Baru tahun ini, BSA mengandeng Ipsos Public Affairs untuk melakukan survei ke lebih dari 15.000 pengguna bisnis dan konsumen PC untuk memberikan informasi tentang sikap dan perilaku sosial kunci yang terkait dengan kekayaan intelektual dan penggunaan software berlisensi terhadapsoftware tanpa lisensi. Survei ini dilakukan, online atau secara temu muka, di 32 pasar yang merupakan sampel yang representatif secara geografis di seluruh dunia, dari tingkat kecanggihan IT dan keragaman budaya.
Jadi berdasarkan masalah di atas meng-install satu program legal ke beberapa komputer, tetap menjadi pemicu terbesar pembajakan software. Ini memiliki implikasi yang luas melebihi sekadar industri software, karena software merupakan alat produktivitas di semua sektor ekonomi. Perusahaan yang tidak membayar untuk program yang mereka gunakan untuk menjalankan operasional mereka, sampai batas tertentu, melakukan ketidakadilan keuntungan biaya pada perusahaan yang mengembangkan software, dan menciptakan persaingan yang tidak sehat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar