BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perekonomian Indonesia pada saat ini mulai mengarah pada pemulihan krisis ekonomi yang tercermin dari membaiknya kondisi ekonomi makro dengan indikator terkendalinya inflasi, stabilnya nilai tukar terhadap nilai mata uang asing khususnya dolar Amerika Serikat, rendahnya suku bunga bank dsb. Sejalan dengan kemajuan itu, sektor industri pun mengalami perbaikan kinerja, baik dalam hal pertumbuhan, kontribusi, maupun peranannya. Meskipun ada perbaikan yang cukup berarti, harus diakui bahwa peran sektor industri dalam ekonomi nasional, serta sektor riil lainnya masih lebih rendah dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis. Sementara itu dalam rangka mempercepat pembangunan, membangun kemandirian, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh wilayah dengan cara memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengatur dan mengelola seluruh potensi sumber daya agar tercipta kegiatan ekonomi yang produktif, maka oleh pemerintah diterbitkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Kewenangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Dalam kenyataannya kedua Undang-Undang itu belum sepenuhnya bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Bahkan di beberapa sektor pembangunan maupun di beberapa daerah justru timbul dampak yang kurang menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain belum adanya kesamaan persepsi tentang otonomi daerah, adanya perbedaan kepentingan dan ego-kedaerahan, dan masih terdapat kelemahan pada peraturan perundang-undangan tersebut, di samping masih adanya perbedaan cara pandang atau kepentingan antara pusat dengan daerah. Oleh sebab itu Undang-Undang tersebut saat ini telah disempurnakan dengan terbitnya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 yang diharapkan dapat menghilangkan berbagai permasalahan dimaksud serta dapat menggairahkan daerah untuk menumbuhkan berbagai kegiatan ekonomi yang lebih dinamis. Di sisi lain, bersamaan dengan kondisi negara yang belum stabil karena sedang mengarah ke perbaikan itu, ternyata globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia bergerak begitu cepat, dan sayangnya negara-negara majulah yang cenderung lebih banyak memanfaatkan kesempatan dibandingkan dengan negara-negara sedang berkembang.Hal ini dimungkinkan karena negara maju jauh lebih siap menghadapi era globalisasi, dibandingkan dengan negara berkembang. Salah satu faktor yang juga sering menekan dan berpotensi merugikan negara-negara berkembang karena ketidaksiapannya tersebut yaitu adanya isu-isu baru yang mempengaruhi kegiatan industri, antara lain adalah pengkaitan isu demokrasi, penanganan hak-hak azasi manusia (HAM), perburuhan, lingkungan hidup, dsb.
Dalam situasi yang seperti itu, maka untuk mempercepat proses industrialisasi, menjawab tantangan dari dampak negatif gerakan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia, serta mengantisipasi perkembangan di masa yang akan datang, pembangunan industri nasional memerlukan arahan dan kebijakan yang jelas. Kebijakan yang mampu menjawab pertanyaan, arah dan bangun industri Indonesia dalam jangka menengah, maupun jangka panjang. Penyusunan dan penetapan arah dan kebijakan tersebut memerlukan keterlibatan dan kesepakatan bersama dari seluruh potensi bangsa sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi. Amanat konstitusi harus dijabarkan sebagai pesan agar pembangunan industri dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi didasarkan pada upaya pendayagunaan seluruh potensi dan ragam sumber daya ekonomi yang dimiliki bangsa secara optimal dan arif, agar mampu menjadi wahana bagi upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Di sisi lain, pembangunan industri yang telah berjalan dengan baik selama ini harus diakui belum mampu menghasilkan atau mewujudkan bangun industri yang tangguh dan berakar dari keunggulan kualitas Sumber Daya Alam (SDM) dan potensi kekayaan sumber daya yang dimiliki.
Tanpa adanya arah dan kebijakan industri nasional yang disepakati bersama,maka perkembangan industri akan tumbuh secara alami tanpa kejelasan bentuk bangunindustri yang akan terjadi, karena beberapa hal:
1. Secara internal masih terdapat gejala keinginan sektoral yang bersifat individual (belum terkonsolidasi), belum saling mengisi dan bersinergi;
2. Secara eksternal akan berlaku kaidah pasar bebas, yaitu pasar dunia dengan kendaraan globalisasi dan liberalisasi akan memaksakan kehendak dan mendistorsi kepentingan nasional. Hal itu dimaksudkan agar sesuai dengan kehendak mereka, atau mematikan daya aspirasi, kreativitas, dan motivasi bangsa kita.
Keadaan demikian akan menimbulkan dampak pemborosan sumber daya pembangunan (inefisiensi) dan tidak terwujudnya tujuan pembangunan industri yang diinginkan. Oleh sebab itu mengacu pengalaman beberapa negara lain bahwa mereka berhasil memajukan industrinya, karena adanya suatu kebijakan industri nasional yang didukung bersama oleh seluruh potensi bangsa secara konsisten. Dengan demikian pembangunan industrinya akan lebih mudah mencapai keberhasilan, serta meredam tekanan-tekanan yang datang dari eksternal. Untuk itu pemerintah merasa perlu memiliki suatu Kebijakan Pembangunan Industri Nasional, yang komprehensif, dan disepakati oleh berbagai pihak terkait seperti dunia usaha, lembaga pendidikan, lembaga litbang, lembaga keuangan dan masyarakatluas lainnya.
Dalam penulisan inilah disusun bersama seluruh pihak terkait sebagai dokumen politik mengenai Kebijakan Pembangunan Industri Nasional yang disepakati dan mengikat seluruh potensi bangsa, agar dapat segera mewujudkan terbangunnya industri nasional yang tangguh dan maju dalam menghadapi era globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia.
Meskipun pengertian Industri Nasional yang tangguh ditujukan untuk mencakup kemampuan produksi nasional di semua sektor (primer, sekunder dan tersier), namun lingkup kebijakan yang dirumuskan dalam buku ini sengaja dibatasi hanya untuk menampilkan kebijakan pembangunan untuk Sektor Industri Pengolahan/ Manufaktur Non-Migas, beserta Sektor Jasa Industri yang sangat erat terkait.
1.2. Batasan dan Pengertian
Industri Pengolahan/Manufaktur, adalah semua kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa yang bukan tergolong produk primer. Yang dimaksudkan dengan produk primer adalah produk-produk yang tergolong bahan mentah, yang dihasilkan oleh kegiatan eksploitasi sumber daya alam hasil pertanian, kehutanan, kelautan dan pertambangan, dengan kemungkinan mencakup produk pengolahan-awal sampai dengan bentuk dan spesifikasi teknis yang standar dan lazim diperdagangkan sebagai produk primer2.
Jasa Industri yang terkait erat dengan industri pengolahan/manufaktur adalah:
· Jasa teknik yang mendukung terbangunnya instalasi produksi/pabrik, ataupun dibuatnya alat-produksi yang siap menghasilkan jasa yang bisa dijual (alat transportasi), yaitu jasa konsultansi pembangunan proyek industri, jasa desain & engineering pabrik (rancang-bangun pabrik/kapal laut/kapal terbang/kereta api/mobil), dan jasa konstruksi pabrik.
· Jasa teknik yang menunjang pembuatan alat/mesin produksi, yaitu desain dan rekayasa mesin/peralatan pabrik.
· Jasa teknik yang menunjang pembuatan bahan konstruksi dasar, misalnya jasa litbang industri, jasa pengujian mutu bahan/barang, jasa kalibrasi alat-ukur.
· Jasa teknik yang menunjang kegiatan produksi industri (di masa operasi), seperti jasa inspeksi teknik, jasa pengujian mutu (bahan baku, produk, limbah industri), jasa pemeliharaan pabrik, jasa konsultansi teknik industri, dsb.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Penjualanan dan Pemasaran
Fungsi penjualan dan pemasaran bertanggungjawab dalam menjual produk atau jasa organisasi. Penjualan berkaitan dengan menghubungi pelanggan, menjual produk dan jasa, mengambil pesanan, dan melanjutkan penjualan. Sistem penjualan dan pemasaran membantu manajemen senior untuk mengawasi pergerakan yang memengaruhi produk baru dan kesempatan penjualan, mendukung perencanaan untuk produk dan jasa yang baru, dan mengawasi kinerja pesaing.
2.2 Sistem Manufaktur dan Produksi
Fungsi manufatur dan produksi bertanggung jawab untuk benar-benar memproduksi barang dan jasa perusahaan. Sistem ini berhubungan dengan perencanaan, pengembangan, dan pemeliharaan fasilitas produksi; menetapkan sasaran produksi; pengadaan, penyimpanan, dan ketersedian bahan produksi; dan penjadwalan peralatan, fasilitas, bahan baku, dan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membentuk produk akhir.
2.3 Sistem Keuangan dan Akuntansi
Fungsi keuangan bertanggungjawab mengelola aset keuangan perusahaan, seperti uang tunai, saham, obligasi, dan investasi lainnya., untuk memaksimalkan pengembalian atas aset keuangan ini. Fungsi keuanagn juga bertanggungjawab dalam mengelola kapitalisasi perusahaan.
Fungsi akuntansi bertanggung jawab menjaga dan mengelola catatan keuangan perusahaan penerimaan, pembayaran, depresiasi, penggajian untuk menghitung arus dana dalam perusahaan. Bagian keuangan dan akuntansi berbagi masalah yang terkait bagaimana menjaga jejak aset keuangan dan arus dana perusahaan. Sistem informasi keuangan dan akuntansi umumnya yang dapat ditemukan dalam organisasi yang besar. Manajemen senior menggunakan sistem keuangan dan akuntansi untuk menetapkan sasaran investasi jangka panjang untuk perusahaan dan untuk memberi peramalan jangka panjang mengenai kinerja keuangan perusahaan.
2.4 Sistem Sumber Daya Manusia
Fungsi sumber daya manusia bertanggung jawab untuk menarik, mengembangkan, dan mempertahankan tenaga kerja perusahaan. Sistem Sumber daya manusia mendukung aktivitas seperti mengenali karyawan potensial, menjaga catatan lengkap mengenai karyawn yang ada, dan menciptakan program untuk mengembangkan bakat dan leahlian karyawan.
2.5 Sistem Pemrosesan Transaksi
Manajer operasional membutuhkan sistem yang menyimpan catatan aktivitas dasar dan transaksi organisasi, saperti penjualan, penerimaan, penyimpanan kas, penggajian, keputusan kredit, dan arus bahan baku di pabrik. Sebuah sistem pemrosesan transaksi adalah sistem komputerisasi yang menjalankan dan mencatat transaksi rutin harian yang diperlukan untuk menjalankan bisnis, seperti memasukkan pesanan penjualan, pemesana hotel, penggajian, pencatatan karyawan, dan pengiriman.
2.6 (SIM) dan Sistem Pendukung Keputusan
SIM menyediakan laporan kinerja terbaru perusahan kepada manajemen tingkat menengah, informasi digunakan untuk mengawas dan mengendalikan bisnis dan memprediksikan kinerja dimasa depan. SIM umumnya memberikan jawaban atas pertanyaan rutin yang telah dikhususkan dari awal dan memiliki prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya untuk menjawabnya. Sistem pendukung keputusan menunjang perbuatan keputusan yang tidak rutin untuk manajemen tingkat menengah.
2.7 Sistem pendukung Eksekutif
Sistem pendukung eksekutif membantu manajemen senior membuat keputusan ini. ESS menangani keputusan tidak rutin yang membutuhkan penilaian, evaluasi dan pendekatan karena tidak terdapat prosedur yang disetujui untuk mencapai solusi. ESS dirancang untuk menggabungkan data tentang kejadian eksternal seperti hukum pajak yang baru atau pesaing. ESS menyajikan grafik dan data dari banyak sumber melalui batasan yang mudah digunakan oleh manajer senior.
Manufaktur adalah suatu cabang industri yang mengaplikasikan peralatan dan suatu medium proses untuk transformasi bahan mentah menjadi barang jadi untuk dijual. Upaya ini melibatkan semua proses antara yang dibutuhkan untuk produksi dan integrasi komponen-komponen suatu produk. Beberapa industri, seperti produsen semikonduktor dan baja, juga menggunakan istilah fabrikasi atau pabrikasi. Sektor manufaktur sangat erat terkait dengan rekayasa atau teknik.
BAB 3
KESIMPULAN
3.1 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kemamapuan pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan iptek mengalami peningkatan. Berbagai hasil penelitian, pengembangan dan rekayasa teknologi telah mulai dimanfaatkan oleh pihak industri dan masyarakat. Jumlah publikasi ilmiah terus meningkat, meskipun tergolong masih sangat rendah di tingkat nasional. Hal ini mengindikasikan peningkatan kegiatan penelitian, transparan ilmiah dan aktivitas diseminasi hasil penelitian dan pengembangan.
Namun demikian kemampuan nasional dalam penguasaan dan pemanfaatan iptek dinilai masih belum memadai untuk meningkatkan daya saing. Hal ini ditunjukkan antara lain oleh masih rendahnya sumbangan iptek di sektor produksi, belum efektifnya mekanisme intermeditasi, lemahnya sinergi kebijakan, belum berkembangnya budaya iptek di masyarakat dan terbatasnya sumber daya iptek.
3.2 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Persaingan yang makin tinggi dalam masa mendatang menuntut peningkatan kemampuan dalam penguasaan dan penerapan iptek dalam rangka menghadapi perkembangan global menuju ekonomi berbasis pengetahuan. Dalam rangka meningkatkan kemampuan iptek nasional, maka tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan kontribusi iptek di sektor produksi, meningkatkan efektifitas mekanisme intermediasi iptek, memperkuat sinergi kebijakan iptek dengan kebijakansektor lain, megembangkan budaya iptek di kalangan masyarakat, meningkatkan peran iptek dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan, mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam, serta meningkatkan ketersediaan dan kualitas sumber daya iptek, baik SDM, sarana dan prasarana maupun pembiayaan iptek.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Sarana
Tantangan utama yang dihadapi dalam sektor energi listrik dan gas adalah meningkatkan keandalan pasokan gas bumi untuk pembangkit tenaga listrik dan pasar gas bumi untuk keperluan domestik. Saat ini industri gas bumi belum berkembang seperti meskipun biaya produksi pembangkitan tenaga listrik dengan gas bumi relatif lebih murah dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Disamping itu, lokasi sumber-sumber daya energi yang potensial hanya terdapat di Kabupaten Aceh Utara,
4.2 Prasarana
Globalisasi, kemajuan teknologi dan tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat untuk mendapatkan akses telekomunikasi menuntut adanya penyempurnaan dalam penyelenggaraan pembangunan telematika. Walaupun pembangunan telematika saat ini telah mengalami berbagai kemajuan, informasi masih merupakan barang yang dianggap mewah dan hanya dapat diakses dan dimiliki oleh sebagian kecil masyarakat. Oleh sebab itu tantangan utama yang dihadapi dalam sektor ini adalah meningkatkan penyebaran dan pemanfaatan arus informasi dan teledensitas pelayanan telematika masyarakat pengguna jasa.
Daftar Pustaka
- A+ Certification: http://www.comptia.org/
- Core competencies for computer technology :http://www.ncti.org
- Microsoft technical support & helpdesk : http://microsoft.com
- US Department of Education, Generic Computer Competencies and Job-Function Computer Competencies : http://www.cio.gov/
- Dan Gookin, “PCs For Dummies Quick Reference, 3rd edition, Wiley Publishing, Inc., 2005.
- Scott Mueller, “Upgrading and Repairing PCs 14th Edition,”, Pearson Eucation, Inc, Publishing as que, 2003.
- …, “Standar Kompetensi Kelompok Bidang Keahlian Teknologi Informatika”, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat- Institut Teknologi Bandung, 2002.
- …, ”Standar Kompetensi Kelompok Bidang Keahlian Elektronika Manufaktur dan Elektronika Maintenance Repair”, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya –ITS, 2003.
- …, “Standar Kompetensi Kelompok Bidag Keahlian Multimedia dan Audio Visual”, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya-ITS,2004.
- Ramdani Nazaruddin,”Komputer & Trouble Shooting”, Informatika Bandung, 2005.
- …, “Pedoman Praktis Perakitan dan Pengelolaan Perangkat Komputer”, kerjasama Penerbit Salemba Infotek dan Wahana Komputer, 2002.
- Atang Gumawang, “Belajar Merakit Komputer”, Informatika Bandung, 2004.
- Ali Akbar, “Paduan Merakit Komputer dengan Cepat dan Mudah”, M2S Bandug, 2005.
- …, “Mengenal Virus dan Cara Penanggulangannya”, kerjasama Penerbit Andi dan Wahana Komputer, 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar