softskill
Jumat, 09 Desember 2011
Kekerasan Dalam Pacaran
Kalau menurut saya kekerasan dalam pacaran terjadi akibat kondisi psikologis dan emosional terhadap salah satu pasangan tersebut. Hal ini bisa dikarenakan dari faktor kondisi keluarga yang kurang harmonis dan orang tua yang sering bertengkar di depan anak yang membuat anak tersebut melakukan tindak kekerasan terhadap pasangannya, dari faktor tersebut lah kekerasan dalam pacaran bisa terjadi.
Solusi dan Penyelsaian
Sebenarnya kekerasan dalam pacaran tidak akan terjadi apabila tidak ada faktor yang mendorong salah satu pasangan untuk melakukan tindak kekerasan tersebut terlebih lagi faktor tersebut berasal dari hubungan keluarga yang kurang harmonis dan orang tua yang sering bertengkar di depan ananknya karena hal tersebut adalah faktor utama yang mempengaruhi psikologis terhadap salah satu pasangan yang mengalami hal tersebut. Oleh karena itu keserasian hubungan dalam keluarga sangat dibutuhkan untuk menghindari anak melakukan kekerasan terhadap pasangannya.
Senin, 21 November 2011
Agama dan Masyarakat (KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA )
Peristiwa besar hancurnya World Trade Center di New York 11 September 2001 sebagai akibat serangan teroris merupakan catatan sejarah kekerasan yang dituding berbasis agama. Peristiwa pemboman dengan dalih serupa terjadi di Indonesia tepatnya di Legian Bali 12 Oktober 2002 menyusul menambah daftar kekerasan dan terorisme. Kedua peristiwa kemanusiaan tersebut tidak berhenti begitu saja, 20 Maret 2003 serangan Amerika Serikat ke Irak memperburuk tragedi kemanusiaan yang tak kunjung usai. Terakhir tanggal 17 Juli 2009, bom kembali diledakkan dan kali ini kembali di Jakarta yaitu di dua hotel besar sekaligus di kawasan Mega Kuningan yaitu JW Marriot dan Ritz Carlton. Tafsir yang cukup masif atas rangkaian-rangkaian peristiwa tersebut adalah makna sentimen agama.
Sebenarnya sejarah kekerasan atas nama agama sudah lama menjadi bagian dari kehidupan keagamaan manusia. Agama juga dituding menyebabkan disintegrasi masyarakat. Faktor agama seringkali bukan faktor tunggal dalam memicu konlik kekerasan, terdapat variabel lain yang terkait dengan faktor agama, antara lain adalah faktor politik. Agama dengan mudah ditarik ke dalam dataran konflik sosial karena nilai sensitif agama bagi setiap orang. Emosi keagamaan sangat rentan bagi meluasnya konflik keagamaan karena menempati wilayah sangat dalam bagi setiap manusia sehingga agama mudah menjadi alat legitimasi bagi suatu tindakan.
Solusi dan pencegahan
1. Memahami Agama Sebagai Prinsip Kehidupan Manusia
Agama diturunkan ke ,muka bumi ini untuk kebaikan umat manusia, tidak satupun agama membenarkan tindak kekerasan.Nilai universal agama sangat menjunjung kaidah kemanusiaan.Kekerasan sangat bertentangan dengan nilai luhur dari setiap agama. Agama sebagai penuntun kehidupan umat manusia pada prinsipnya terdiri dari nilai - nilai yang mencerminkan kepedulian yang tunggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan karena itu agama menolak segala bentuk sikap dan perilaku yang bertentangan dengan nilai - nilai tersebut.. Dalam tataran agama, agama manapun sangat menekankan kehidupan yang penuh kedamaian dan sejenisnya serta melarang segala bentuk kekerasan.
2. Adanya Peran Tokoh Agama
Keberadaab umat tidak dapay dilepaskan dari peran tokoh agama dalam mendakwahkan agama. Tokoh agama oleh karenanya menduduki posisi yang penting dalam kehidupan keberagamaan umat. Tentunya ini sangat berkaitan dengan peran atau tanggung jawab yang di embannya. Tokoh agama harus berupaya membatasi atau mengurangi konflik antar etnis dan agama dengan pendekatan kultural ideologis, haruslah dilakukan dengan mengefektifkan kemampuan pemimpin agama dalam menginterpretasikan dan mengkomunikasikan ajaran agama dengan arif dan keteladanan. Sebab, dari pemimpin agama itulah memahami dan menjalankan ajaran agama. Penafsiran ajaran agama secara komprehensif, yang menjauhkan dari sikap ekslusif dan fanatik sempit akan membawa umat terhindar dari perilaku konflik.
Referensi : Drs. P. Soedarno, M. Sc, Ilmu Sosial Dasar
Sebenarnya sejarah kekerasan atas nama agama sudah lama menjadi bagian dari kehidupan keagamaan manusia. Agama juga dituding menyebabkan disintegrasi masyarakat. Faktor agama seringkali bukan faktor tunggal dalam memicu konlik kekerasan, terdapat variabel lain yang terkait dengan faktor agama, antara lain adalah faktor politik. Agama dengan mudah ditarik ke dalam dataran konflik sosial karena nilai sensitif agama bagi setiap orang. Emosi keagamaan sangat rentan bagi meluasnya konflik keagamaan karena menempati wilayah sangat dalam bagi setiap manusia sehingga agama mudah menjadi alat legitimasi bagi suatu tindakan.
Solusi dan pencegahan
1. Memahami Agama Sebagai Prinsip Kehidupan Manusia
Agama diturunkan ke ,muka bumi ini untuk kebaikan umat manusia, tidak satupun agama membenarkan tindak kekerasan.Nilai universal agama sangat menjunjung kaidah kemanusiaan.Kekerasan sangat bertentangan dengan nilai luhur dari setiap agama. Agama sebagai penuntun kehidupan umat manusia pada prinsipnya terdiri dari nilai - nilai yang mencerminkan kepedulian yang tunggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan karena itu agama menolak segala bentuk sikap dan perilaku yang bertentangan dengan nilai - nilai tersebut.. Dalam tataran agama, agama manapun sangat menekankan kehidupan yang penuh kedamaian dan sejenisnya serta melarang segala bentuk kekerasan.
2. Adanya Peran Tokoh Agama
Keberadaab umat tidak dapay dilepaskan dari peran tokoh agama dalam mendakwahkan agama. Tokoh agama oleh karenanya menduduki posisi yang penting dalam kehidupan keberagamaan umat. Tentunya ini sangat berkaitan dengan peran atau tanggung jawab yang di embannya. Tokoh agama harus berupaya membatasi atau mengurangi konflik antar etnis dan agama dengan pendekatan kultural ideologis, haruslah dilakukan dengan mengefektifkan kemampuan pemimpin agama dalam menginterpretasikan dan mengkomunikasikan ajaran agama dengan arif dan keteladanan. Sebab, dari pemimpin agama itulah memahami dan menjalankan ajaran agama. Penafsiran ajaran agama secara komprehensif, yang menjauhkan dari sikap ekslusif dan fanatik sempit akan membawa umat terhindar dari perilaku konflik.
Referensi : Drs. P. Soedarno, M. Sc, Ilmu Sosial Dasar
Warganegara & Negara ("Christian Gonzales mnjadi WNI untuk tim nasional sepak bola ")
Ada beberapa cara sehingga orang jadi warga negara Indonesia. Bagaimana Christian Gonzales bisa dapat warga negara dan bermain untuk tim nasional sepak bola?
Secara garis besar, ada dua azas kelahiran yang digunakan untuk menentukan kewarganegaraan seseorang. Pertama, ius soli yang melihat kewarganegaraan berdasarkan tempat seseorang dilahirkan. Kedua, ius sanguinis yaitu mendasarkan kewarganegaraan karena pertalian darah.
Berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, azas yang dianut Indonesia adalah ius sanguinis, meskipun ada tiga poin yang menunjukkan adanya azas ius soli. Ketiga poin ada di pasal 4 bagian i, j, dan k. Ketiga poin itu mengutarakan kalau seorang anak yang dilahirkan di Indonesia tetapi keberadaan atau kewarganegaraan orang tuanya tidak diketahui, secara otomatis anak itu menjadi warga negara Indonesia.
Undang-undang No. 12 Tahun 2006.
Dalam undang-undang itu juga disebutkan tentang kemungkinan kewarganegaraan ganda. Jika ketentuan-ketentuan pada undang-undang menyebabkan kewarganegaraan ganda pada seorang anak, maka setelah umur 18 tahun atau setelah menikah, dia wajib memilih salah satu kewarganegaraan. Undang-undang memberikan waktu paling lambat tiga tahun bagi anak tersebut untuk memilih kewarganegaraan setelah usia 18 atau setelah menikah.
Selain berdasarkan tempat kelahiran dan hubungan darah, seseorang juga bisa mengajukan diri untuk menjadi warga negara Indonesia. Permohonan ini disebut pewarganegaraan. Syarat-syarat pewarganegaraan adalah usia 18 tahun, tinggal di Indonesia minimal 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut, sehat jasmani dan rohani, dapat berbahasa Indonesia, mengakui Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, tidak pernah dijatuhi pidana, jika pemberian kewarganegaraan Indonesia tidak membuat orang tersebut memiliki kewarganegaraan ganda, memiliki pekerjaan atau penghasilan tetap, serta membayar uang pewarganegaraan kepada kas negara. Proses pengajuan melalui kantor imigrasi. Pengabulan permohonan ditetapkan dengan keputusan presiden.
Selain proses tersebut, pewarganegaraan juga dapat diberikan kepada seseorang yang dianggap berjasa kepada Indonesia atau dengan alasan demi kepentingan negara. Pewarganegaraan ini diberikan presiden setelah mendapat persetujuan DPR. Namun, pewarganegaraan ini tidak dapat dilakukan jika akhirnya membuat seseorang memiliki kewarganegaraan ganda.
Berdasarkan aturan inilah Christian Gonzales bisa bermain untuk tim nasional sepak bola. Gonzales telah memenuhi syarat karena telah merumput di Indonesia mulai tahun 2003. Debut Gonzales bersama tim nasional adalah pada pertandingan persahabatan antara Indonesia dengan Timor Leste pada 21 November 2010.
FIFA sendiri membebaskan pesepak bola untuk melakukan naturalisasi asalkan pemain tersebut belum pernah bermain untuk tim nasional suatu negara.
Ilmu Pengetahuan, Teknologi & Kemiskinan (" Pembajakan “Software” Bukannya Turun, Malah Naik")
Tingkat pembajakan software di Indonesia sepanjang tahun 2010 bukannya turun malah naik 1 persen dibanding tahun sebelumnya. Indonesia pun kini menduduki peringkat ke-11 di dunia dalam hal pembajakan software. Demikian, berdasarkan hasil “Studi Pembajakan Software Global 2010″ oleh Business Software Alliance (BSA) yang mengevaluasi status pembajakan software secara global.
Tahun 2010, tingkat pembajakan software di Indonesia 87 persen yang berarti 87 persen program yang diinstal pada komputer di Indonesia adalah produk tanpa lisensi legal. Nilai potensi kerugian yang dialami produsen software pun menigkat dibanding tahun lalu bahkan mencapai rekor yakni 1,32 milliar dollar AS. Nilkai kerugian tersebut tujuh kali lebih besar dari nilai kerugian pada 2003 yang mencapai 157 juta dollar AS. Pada 2009, dengan tingkat pembajakan software 86 persen, nilai kerugian mencapai 886 juta dollar AS.
Studi pembajakan software global ini adalah studi yang dilakukan oleh BSA bersama IDC untuk ke delapan kalinya. IDC adalah lembaga peneliti dan penganalisis pasar di industri teknologi informasi. Metodologi yang digunakan dalam studi ini menggabungkan 182 input data terpisah dari 116 negara dan wilayah di seluruh dunia. Studi Pembajakan Software Global 2010 mencakup pembajakan atas seluruh software yang berjalan pada PC, termasuk desktop, laptop dan ultra-portabel, termasuk netbook. Ini mencakup sistem operasi, sistem software seperti database dan paket keamanan, serta aplikasi software, dengan software gratis yang sah dan software open source yang tercakup dalam ruang lingkup penelitian.
Studi tahun ini juga mencakup hal baru yaitu survei opini publik pengguna PC terhadap sikap dan perilaku sosial yang terkait dengan pembajakan software, yang dilakukan oleh Ipsos Public Affairs. Survei opini ini menemukan dukungan yang kuat terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI), di mana tujuh dari 10 responden mendukung untuk membayar inventor atas kreasi mereka agar lebih mempromosikan kemajuan teknologi. Anehnya, dukungan terhadap HKI yang sangat kuat justru datang dari negara-negara dengan tingkat pembajakan yang tinggi.
“Kebanyakan dari responden mendukung bahwa HKI penting untuk diakui, namun mereka belum bisa membedakan mana software legal dan mana yang tidak legal, sehingga angka pembajakan masih tinggi di negara mereka,” ungkap Donny A. Sheyoputra, Kepala Perwakilan BSA Indonesia saat memaparkan hasil “Studi Pembajakan Software Global 2010″ di Four Seasons Hotel, Jakarta, Rabu (12/5/2011) lalu.
Baru tahun ini, BSA mengandeng Ipsos Public Affairs untuk melakukan survei ke lebih dari 15.000 pengguna bisnis dan konsumen PC untuk memberikan informasi tentang sikap dan perilaku sosial kunci yang terkait dengan kekayaan intelektual dan penggunaan software berlisensi terhadapsoftware tanpa lisensi. Survei ini dilakukan, online atau secara temu muka, di 32 pasar yang merupakan sampel yang representatif secara geografis di seluruh dunia, dari tingkat kecanggihan IT dan keragaman budaya.
Jadi berdasarkan masalah di atas meng-install satu program legal ke beberapa komputer, tetap menjadi pemicu terbesar pembajakan software. Ini memiliki implikasi yang luas melebihi sekadar industri software, karena software merupakan alat produktivitas di semua sektor ekonomi. Perusahaan yang tidak membayar untuk program yang mereka gunakan untuk menjalankan operasional mereka, sampai batas tertentu, melakukan ketidakadilan keuntungan biaya pada perusahaan yang mengembangkan software, dan menciptakan persaingan yang tidak sehat.
Masyarakat perkotaan dan masyarakat desa ( " RAYUAAN TRAFFICKING DI DESA JAWA TIMUR SAAT LEBARAN ")
Sebagai masyarakat Jawa Timur, sekaligus sebagai anggota DPRD Jawa Timur, saya sangat perihatin. Betapa tidak, Jawa Timur ternyata menjadi salah satu provinsi dengan tingkat perdagangan manusia (trafficking) tertinggi di Indonesia. Hingga tahun 2005, Jawa Timur menduduki peringkat kedua, provinsi yang menjadi sumber orang- orang yang akan diperdagangkan setelah DKI Jakarta.
Bahkan Kepolisan Daerah (Polda) Jawa Timur menyatakan berhasil menekan perdagangan manusia (trafficking) berkedok diberangkatkan sebagai tenaga kerja di mancanegara. Operasi Bunga yang pernah dilakukan selama Desember 2008 menyelamatkan 109 korban. Ini hanya kasus yang bisa terdeteksi oleh Polda, bagaimana dengan yang belum terdeteksi? Saya yakin lebih banyak lagi. Sungguh ini memperihatinkan.
Dan jika kita lihat lebih detail lagi dari data di atas, ternyata korban perdagangan manusia di Jatim yang terdeteksi oleh kepolisian terbanyak di wilayah hukum Polwiltabes Surabaya, yakni 35 orang. Disusul Polresta Malang sebanyak 25 orang. Sumber Polda Jatim menyatakan Polresta Surabaya Utara berhasil menyelamatkan 13 orang, Polwiltabes Surabaya 10 orang, Polres KP3 Tanjung Perak dan Polres Banyuwangi 7 orang.
Selain dari pada itu, selama enam bulan, yakni Januari sampai dengan Juni 2009 banyak terjadi kasus perdagangan orang (trafficking) di Surabaya. Dari data Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Jatim terdapat 19 kasus, yakni pada Maret dua kasus, April empat kasus, dan Juni 13 kasus. Ini jelas tidak boleh diabaikan khususnya oleh Pemerintah Propinsi meskipun kasus-kasus ini menjadi ranah pihak kepolisian untuk menanganinya. Tapi sebagai penyelenggara pemerintahan dan sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat, pemprof jatim punya kewajiban untuk melindungi dan menyelamatkan warganya dari kejahatan traficking ini.
Dengan kasus-kasus yang begitu banyak terjadi di Jawa Timur sampai tahun 2009 ini, saya menilai bahwa Pemprof Jawa Timur masih sangat kurang memadahi kinerjanya untuk mengantisipasi hal ini. Saya melihat pemprof kurang pro aktif dalam hal-hal yang terkait dengan tindakan preventifnya. Masih terkesan lebih mengedapankan tindakan kuratif dan advokasi saja. Menurut saya harusnya upaya prefentif lebih gencar dilaksanakan sehingga secara personal, warga jawa timur memiliki imunitas terhadap serangan (dan bujuk rayu) penjahat traficking.
Saat ini harus sudah ada WARNING bagi pemprof dan karenanya harus menerapkan SIAGA SATU untuk melindungi warga dari kejahatan ini, mengingat semakin dekatnya dengan masa MUDIK LEBARAN. Masa MUDIK LEBARAN biasanya menjadi momen yang sangat baik bagi para penjahat traficking untuk mencari mangsanya dengan berbagai modus dan dengan berbagai sarana. Agen-agen mereka bisa berdatangan ke kampung-kampung untuk mencari mangsa. Baik agen yang berasal dari kampung yang bersangkutan yang kemudian pulang kampung, maupun secara sengaja ada agen-agen yang datang ke kampung-kampung bergerilya membujuk dan menjebak mangsa dengann berbagai janji-janji yang menyilaukan. Mulai dari janji dinikahkan dengan orang berada di kota atau negara lain, sampai janji dipekerjakan dengan pendapatan yang menggiurkan.
Mengapa masa MUDIK LEBARAN menjadi momen yang harus SIAGA SATU, ini tidak lain karena secara kultural pada saat liburan mudik lebaran adalah masa yang sangat membuat LENGAH MASYARAKAT. Masyarakatnya Lengah, Perangkat RT, RW dan Desa juga lengah tidak bisa memantau siapa saja yang hilir mudik ke tempat/perkampungannya dan apa saja yang mereka lakukan.
Solusinya:
Untuk mengantisipasi bahaya kejahatan traficking dan bertambahnya kasus di Jawa Timur, maka mendekati masa libur MUDIK LEBARAN ini harus dilakukan langkah Preventif dan Kuratif sekali gus.
Untuk langkah Kuratif, pemprof sudah selayaknya memberlakukan “SIAGA SATU” dengan cara misalnya:
- Memberdayakan perangkat RT/RW dan perangkat Desa/Kelurahan untuk melakukan penyadaran kepada warga masyarakatnya atas adanya bahaya traficking dengan berbagai modusnya sehingga tidak mudah terbujuk oleh “agen Traficking”.
- Memberikan penyadaran secara merata kepada masyarakat yang rawan menjadi obyek traficking dengan berbagai media, baik media elktronik maupun cetak. Bahkan menurut saya harus dibuat spanduk-sepanduk penyadaran yang tidak cukup di pasang sampai ibu kota kecamatan, tetapi bahkan sampai ke pelosok desa, khususnya desa rawan.
- Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi berkordinasi secara aktif dengan pihak terkait, mulai dari imigrasi sampai dengan kepolisian untuk mendirikan pos-pos pengaduan (pos advokasi) serta oparsi secara tersetruktur untuk mencegah keberangkatan ke kota maupun ke manca negara dengan alibi mencari pekerjaan.
Insya’allah beberapa hal tersebut jika dilakukan sungguh-sungguh akan dapat mengantisipasi terjadinya traficking di Jawa Timur.
Bahkan Kepolisan Daerah (Polda) Jawa Timur menyatakan berhasil menekan perdagangan manusia (trafficking) berkedok diberangkatkan sebagai tenaga kerja di mancanegara. Operasi Bunga yang pernah dilakukan selama Desember 2008 menyelamatkan 109 korban. Ini hanya kasus yang bisa terdeteksi oleh Polda, bagaimana dengan yang belum terdeteksi? Saya yakin lebih banyak lagi. Sungguh ini memperihatinkan.
Dan jika kita lihat lebih detail lagi dari data di atas, ternyata korban perdagangan manusia di Jatim yang terdeteksi oleh kepolisian terbanyak di wilayah hukum Polwiltabes Surabaya, yakni 35 orang. Disusul Polresta Malang sebanyak 25 orang. Sumber Polda Jatim menyatakan Polresta Surabaya Utara berhasil menyelamatkan 13 orang, Polwiltabes Surabaya 10 orang, Polres KP3 Tanjung Perak dan Polres Banyuwangi 7 orang.
Selain dari pada itu, selama enam bulan, yakni Januari sampai dengan Juni 2009 banyak terjadi kasus perdagangan orang (trafficking) di Surabaya. Dari data Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Jatim terdapat 19 kasus, yakni pada Maret dua kasus, April empat kasus, dan Juni 13 kasus. Ini jelas tidak boleh diabaikan khususnya oleh Pemerintah Propinsi meskipun kasus-kasus ini menjadi ranah pihak kepolisian untuk menanganinya. Tapi sebagai penyelenggara pemerintahan dan sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat, pemprof jatim punya kewajiban untuk melindungi dan menyelamatkan warganya dari kejahatan traficking ini.
Dengan kasus-kasus yang begitu banyak terjadi di Jawa Timur sampai tahun 2009 ini, saya menilai bahwa Pemprof Jawa Timur masih sangat kurang memadahi kinerjanya untuk mengantisipasi hal ini. Saya melihat pemprof kurang pro aktif dalam hal-hal yang terkait dengan tindakan preventifnya. Masih terkesan lebih mengedapankan tindakan kuratif dan advokasi saja. Menurut saya harusnya upaya prefentif lebih gencar dilaksanakan sehingga secara personal, warga jawa timur memiliki imunitas terhadap serangan (dan bujuk rayu) penjahat traficking.
Saat ini harus sudah ada WARNING bagi pemprof dan karenanya harus menerapkan SIAGA SATU untuk melindungi warga dari kejahatan ini, mengingat semakin dekatnya dengan masa MUDIK LEBARAN. Masa MUDIK LEBARAN biasanya menjadi momen yang sangat baik bagi para penjahat traficking untuk mencari mangsanya dengan berbagai modus dan dengan berbagai sarana. Agen-agen mereka bisa berdatangan ke kampung-kampung untuk mencari mangsa. Baik agen yang berasal dari kampung yang bersangkutan yang kemudian pulang kampung, maupun secara sengaja ada agen-agen yang datang ke kampung-kampung bergerilya membujuk dan menjebak mangsa dengann berbagai janji-janji yang menyilaukan. Mulai dari janji dinikahkan dengan orang berada di kota atau negara lain, sampai janji dipekerjakan dengan pendapatan yang menggiurkan.
Mengapa masa MUDIK LEBARAN menjadi momen yang harus SIAGA SATU, ini tidak lain karena secara kultural pada saat liburan mudik lebaran adalah masa yang sangat membuat LENGAH MASYARAKAT. Masyarakatnya Lengah, Perangkat RT, RW dan Desa juga lengah tidak bisa memantau siapa saja yang hilir mudik ke tempat/perkampungannya dan apa saja yang mereka lakukan.
Solusinya:
Untuk mengantisipasi bahaya kejahatan traficking dan bertambahnya kasus di Jawa Timur, maka mendekati masa libur MUDIK LEBARAN ini harus dilakukan langkah Preventif dan Kuratif sekali gus.
Untuk langkah Kuratif, pemprof sudah selayaknya memberlakukan “SIAGA SATU” dengan cara misalnya:
- Memberdayakan perangkat RT/RW dan perangkat Desa/Kelurahan untuk melakukan penyadaran kepada warga masyarakatnya atas adanya bahaya traficking dengan berbagai modusnya sehingga tidak mudah terbujuk oleh “agen Traficking”.
- Memberikan penyadaran secara merata kepada masyarakat yang rawan menjadi obyek traficking dengan berbagai media, baik media elktronik maupun cetak. Bahkan menurut saya harus dibuat spanduk-sepanduk penyadaran yang tidak cukup di pasang sampai ibu kota kecamatan, tetapi bahkan sampai ke pelosok desa, khususnya desa rawan.
- Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi berkordinasi secara aktif dengan pihak terkait, mulai dari imigrasi sampai dengan kepolisian untuk mendirikan pos-pos pengaduan (pos advokasi) serta oparsi secara tersetruktur untuk mencegah keberangkatan ke kota maupun ke manca negara dengan alibi mencari pekerjaan.
Insya’allah beberapa hal tersebut jika dilakukan sungguh-sungguh akan dapat mengantisipasi terjadinya traficking di Jawa Timur.
Prasangka Diskriminasi dan Etnosentris ("Anak Hasil Nikah Siri Sulit Miliki Akta Kelahiran")
Nikah dibawah tangan alias nikah siri, ternyata membawa implikasi ganda. Tidak hanya bagi para pelaku, terutama istri, tetapi juga anak yang dilahirkan. Negara tidak mengakuinya, sehingga tidak bisa mendapatkan akta kelahiran dan kartu tanda penduduk (KTP). Selain itu, tidak akan mendapatkan jaminan negara seperti gaji dan kartu Askes.
Penegasan ini disampaikan oleh Kelapa Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kota Bima, Drs Jufri, MSi.
Diakuinya, dampak buruk lain dari anak hasil nikah siri adalah tidak disandingkannya nama ayah pada sang anak. Ini lebih berat akan berpengaruh terhadap psikologi anak. "Secara kasarnya mereka dinilai negara sebagai anak hasil hubungan gelap," ujarnya, beberapa waktu lalu.
Kondisi ini, katanya, setidaknya akan memengaruhi perkembangan kejiwaan anak. Bahkan, saat mereka menikah pun masalah ini akan terus menghantui.
Permasalahan anak nikah siri ini sempat mencuat pada saat penerimaan siswa baru, terutama bagi anak yang akan memasuki taman kanak-kanak (TK).
Untuk mendapatkan akta kelahiran anak, orang tua harus menyertakan buku nikah, sementara orang yang nikah siri tidak mendapatkannya. "Kita tegas dalam hal mengeluarkan kartu keluarga bagi anak hasil nikah siri," ujar Jufri.
Diakuinya, sejumlah anak pejabat hasil nikah siri pernah meminta diterbitkan akta kelahiran, tetapi Disdukcapil tegas menolaknya. "Ini aturan yang digariskan pemerintah," ujarnya. (BE.14)
SOLUSI
1.Untuk mengatasi banyaknya pasangan nikah siri di daerahnya, empat tahun lalu, pemerintah Indramayu -melalui Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) - menggandeng Kantor Kementerian Agama dan kantor pengadilan agama (PA). Mereka meluncurkan program bernama Isbat Nikah. Melalui program itu, pasangan nikah siri bisa diputihkan atau dilegalkan status perkawinannya dan dicatatkan di PA (negara) berdasarkan waktu saat nikah siri itu dilakukan
2.sedang dirancangnya RUU untuk pernikahan sirih oleh anggota DPR
Penegasan ini disampaikan oleh Kelapa Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kota Bima, Drs Jufri, MSi.
Diakuinya, dampak buruk lain dari anak hasil nikah siri adalah tidak disandingkannya nama ayah pada sang anak. Ini lebih berat akan berpengaruh terhadap psikologi anak. "Secara kasarnya mereka dinilai negara sebagai anak hasil hubungan gelap," ujarnya, beberapa waktu lalu.
Kondisi ini, katanya, setidaknya akan memengaruhi perkembangan kejiwaan anak. Bahkan, saat mereka menikah pun masalah ini akan terus menghantui.
Permasalahan anak nikah siri ini sempat mencuat pada saat penerimaan siswa baru, terutama bagi anak yang akan memasuki taman kanak-kanak (TK).
Untuk mendapatkan akta kelahiran anak, orang tua harus menyertakan buku nikah, sementara orang yang nikah siri tidak mendapatkannya. "Kita tegas dalam hal mengeluarkan kartu keluarga bagi anak hasil nikah siri," ujar Jufri.
Diakuinya, sejumlah anak pejabat hasil nikah siri pernah meminta diterbitkan akta kelahiran, tetapi Disdukcapil tegas menolaknya. "Ini aturan yang digariskan pemerintah," ujarnya. (BE.14)
SOLUSI
1.Untuk mengatasi banyaknya pasangan nikah siri di daerahnya, empat tahun lalu, pemerintah Indramayu -melalui Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) - menggandeng Kantor Kementerian Agama dan kantor pengadilan agama (PA). Mereka meluncurkan program bernama Isbat Nikah. Melalui program itu, pasangan nikah siri bisa diputihkan atau dilegalkan status perkawinannya dan dicatatkan di PA (negara) berdasarkan waktu saat nikah siri itu dilakukan
2.sedang dirancangnya RUU untuk pernikahan sirih oleh anggota DPR
Pelapisan Sosial & Kesamaan Derajat (KESEMPATAN DAN KESETARAAN PENDIDIKAN)
Salah satu isu penting dan menjadi concern Mendiknas saat ini adalah masalah kesetaraan dan keadilan dalam pendidikan. Dalam masalah ini seharusnya ada suatu kebijakan agar masalah ini bisa terselesaikan, seperti kebijakan nondiskriminatif yaitu suatu kebijakan dalam pendidikan yang tidak lagi membedakan asal-usul pengelolaan (negeri-swasta), status ekonomi (kaya-miskin), kewilayahan (Jawa-Luar Jawa), maupun latar belakang pengelola (keagamaan-non-keagamaan).
Jika kesetaraan dilihat dari aspek input sumber daya sekolah, seluruh kebutuhan yang menjadi prasyarat terciptanya sebuah sekolah yang nondiskriminatif, seperti guru yang berkualitas, sarana dan fasilitas yang memadai, serta manajemen pengelolaan yang transparan dan akuntabel haruslah dirasakan oleh seluruh siswa dalam setiap aspek pelayanan. Dalam hal ini, anggaran pendidikan dan seluruh pernik-pernik sumbernya adalah kata kunci yang harus diselesaikan terlebih dahulu dalam mengejar masalah kesetaraan.
Tingkat kemampuan orang tua dan cara lingkungan tempat siswa tinggal memperlakukan mereka adalah masalah serius yang juga harus diselesaikan dan harus menjadi faktor pertimbangan pemerintah dalam mengerjakan kebijakan nondiskriminatif ini. Tentu terdapat banyak sekali ketimpangan yang luar biasa yang menyebabkan anak-anak menjadi semakin jauh dari isu kesetaraan dalam menerima pendidikan yang berkualitas, seperti terbatasnya kemampuan negara untuk menjadikan mereka sebagai penduduk yang sejahtera. Faktor kemiskinan hanya dieksploitasi sebagai kebutuhan politik semata. Ada begitu banyak ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang berlangsung sangat lama dalam dunia pendidikan kita, sehingga upaya sungguh-sungguh untuk mencapainya merupakan sebuah harapan.
Beberapa program yang sejauh ini ada justru menimbulkan masalah baru dalam isu nondiskriminatif, yaitu isu soal ujian nasional dan alokasi anggaran operasional sekolah melalui program BOS. Kita patut mencemaskan jika kebijakan nondiskriminatif ini sesungguhnya hanya akan memperpanjang daftar masalah ketidaksetaraan dalam pendidikan. Ada baiknya jika mengevaluasi kembali kebijakan-kebijakan yang justru menjadi sumber diskriminasi pelayanan pendidikan. Hal ini dikarenakan program BOS dalam analisis satuan biaya pendidikan yang dimaksudkan untuk mengetahui rekam jejak kebutuhan pembiayaan siswa per anak per tahun, dalam rangka menghitung besaran uang yang harus ditanggung orang tua dan subsidi yang harus disediakan Pemerintah. Tetapi sayangnya tidak mampu menjelaskan tentang pembiayaan pendidikan yang berorientasi pada mutu dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisisnya. Hal ini terlihat dari cara bagaimana Pemerintah mendistribusikan program Bantuan Operasiona Sekolah (BOS) yang justru sangat diskriminatif tersebut.
Oleh karena itu BOS cenderung memperlebar jurang diskriminatif antar sekolah karena besaran BOS diberikan berdasarkan jumlah siswa di suatu sekolah tanpa mempertimbangkan kemampuan lingkungan, orang tua, dan siswa sendiri dalam upaya mencapai hasil pendidikan yang maksimal
Solusi dan Penyelesaian
Pemerintah harus berusaha menciptakan budaya sekolah yang sehat dan kondusif agar dapat menciptakan pencapaian akademik siswa ke arah yang lebih baik.
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) harus dievaluasi, tujuan penggunaannya harus dikontrol dan difokuskan paling ridak untuk dua hal. Pertama, membangun budaya sekolah yang sehat, transparan, dan akuntabel. kedua, penggunaan dana BOS sebaiknya untuk memberi kesempatan kepada anak-anak yang tidak mampu, baik secara akademis maupun finansial, dalam memperoleh derajat kesetaraan dalam pendidikan
Referensi : Hartomo, H, Ilmu Sosial Dasar
Jika kesetaraan dilihat dari aspek input sumber daya sekolah, seluruh kebutuhan yang menjadi prasyarat terciptanya sebuah sekolah yang nondiskriminatif, seperti guru yang berkualitas, sarana dan fasilitas yang memadai, serta manajemen pengelolaan yang transparan dan akuntabel haruslah dirasakan oleh seluruh siswa dalam setiap aspek pelayanan. Dalam hal ini, anggaran pendidikan dan seluruh pernik-pernik sumbernya adalah kata kunci yang harus diselesaikan terlebih dahulu dalam mengejar masalah kesetaraan.
Tingkat kemampuan orang tua dan cara lingkungan tempat siswa tinggal memperlakukan mereka adalah masalah serius yang juga harus diselesaikan dan harus menjadi faktor pertimbangan pemerintah dalam mengerjakan kebijakan nondiskriminatif ini. Tentu terdapat banyak sekali ketimpangan yang luar biasa yang menyebabkan anak-anak menjadi semakin jauh dari isu kesetaraan dalam menerima pendidikan yang berkualitas, seperti terbatasnya kemampuan negara untuk menjadikan mereka sebagai penduduk yang sejahtera. Faktor kemiskinan hanya dieksploitasi sebagai kebutuhan politik semata. Ada begitu banyak ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang berlangsung sangat lama dalam dunia pendidikan kita, sehingga upaya sungguh-sungguh untuk mencapainya merupakan sebuah harapan.
Beberapa program yang sejauh ini ada justru menimbulkan masalah baru dalam isu nondiskriminatif, yaitu isu soal ujian nasional dan alokasi anggaran operasional sekolah melalui program BOS. Kita patut mencemaskan jika kebijakan nondiskriminatif ini sesungguhnya hanya akan memperpanjang daftar masalah ketidaksetaraan dalam pendidikan. Ada baiknya jika mengevaluasi kembali kebijakan-kebijakan yang justru menjadi sumber diskriminasi pelayanan pendidikan. Hal ini dikarenakan program BOS dalam analisis satuan biaya pendidikan yang dimaksudkan untuk mengetahui rekam jejak kebutuhan pembiayaan siswa per anak per tahun, dalam rangka menghitung besaran uang yang harus ditanggung orang tua dan subsidi yang harus disediakan Pemerintah. Tetapi sayangnya tidak mampu menjelaskan tentang pembiayaan pendidikan yang berorientasi pada mutu dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisisnya. Hal ini terlihat dari cara bagaimana Pemerintah mendistribusikan program Bantuan Operasiona Sekolah (BOS) yang justru sangat diskriminatif tersebut.
Oleh karena itu BOS cenderung memperlebar jurang diskriminatif antar sekolah karena besaran BOS diberikan berdasarkan jumlah siswa di suatu sekolah tanpa mempertimbangkan kemampuan lingkungan, orang tua, dan siswa sendiri dalam upaya mencapai hasil pendidikan yang maksimal
Solusi dan Penyelesaian
Pemerintah harus berusaha menciptakan budaya sekolah yang sehat dan kondusif agar dapat menciptakan pencapaian akademik siswa ke arah yang lebih baik.
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) harus dievaluasi, tujuan penggunaannya harus dikontrol dan difokuskan paling ridak untuk dua hal. Pertama, membangun budaya sekolah yang sehat, transparan, dan akuntabel. kedua, penggunaan dana BOS sebaiknya untuk memberi kesempatan kepada anak-anak yang tidak mampu, baik secara akademis maupun finansial, dalam memperoleh derajat kesetaraan dalam pendidikan
Referensi : Hartomo, H, Ilmu Sosial Dasar
Langganan:
Postingan (Atom)